Diskriminasi di Kolam Air: Realita Olahraga Renang Pra-1945 di Nusantara

Olahraga renang, yang kini dapat dinikmati semua orang di Indonesia, memiliki Sejarah Gelap Kolam Renang di masa pra-1945. Kala itu, akses ke fasilitas renang sangat terbatas dan sarat diskriminasi. Kolam-kolam renang mewah dibangun, namun hanya diperuntukkan bagi kalangan elite Eropa dan bangsawan pribumi yang pro-kolonial, meninggalkan rakyat jelata dalam keterbatasan dan rasa inferior.

Pada era Hindia Belanda, kolam renang bukan sekadar tempat rekreasi. Mereka adalah simbol status sosial dan kekuasaan. Fasilitas seperti Kolam Renang Cihampelas di Bandung adalah contoh nyata. Kolam-kolam tersebut dilengkapi standar modern, tetapi dengan batasan akses yang tegas.

Pemandangan renang elit adalah hal biasa. Plang “Alleen voor Europeanen” atau “Verboden voor Inlanders” terpasang jelas. Ini adalah bukti nyata diskriminasi rasial, di mana warna kulit dan status menentukan hak seseorang untuk menikmati fasilitas publik, bahkan dalam olahraga.

Kebijakan ini bertujuan menjaga segregasi dan “kemurnian” ras penjajah. Mereka ingin mempertahankan gaya hidup Eropa dan menghindari interaksi dengan pribumi di ruang santai. Ini memperkuat dominasi kolonial dan merendahkan martabat penduduk asli.

Bagi mayoritas rakyat pribumi, diskriminasi ini berarti mereka hanya bisa memandang dari luar. Mimpi untuk belajar berenang atau menikmati kesegaran air kolam renang adalah sesuatu yang tidak terjangkau. Ini adalah penindasan hak dasar untuk berekreasi.

Kurangnya akses ini juga menghambat Cikal Bakal Renang Indonesia sebagai olahraga profesional bagi pribumi. Bakat-bakat terpendam tidak memiliki kesempatan untuk berkembang karena ketiadaan fasilitas dan pelatihan yang memadai.

Meskipun ada beberapa kolam renang sederhana yang dikelola pribumi, kualitas dan fasilitasnya jauh di bawah standar kolam renang milik kolonial. Kesenjangan ini mencerminkan ketidakadilan yang berlaku di segala bidang kehidupan.

Situasi ini memupuk rasa frustrasi dan ketidakadilan yang mendalam di kalangan pribumi. Diskriminasi di kolam renang ini, di antara banyak bentuk lainnya, berkontribusi pada semangat perlawanan dan perjuangan keras untuk kemerdekaan.

Setelah proklamasi kemerdekaan, semua berubah. Fasilitas kolam renang yang tadinya eksklusif dibuka untuk umum. Ini adalah bagian dari revolusi sosial yang lebih besar, di mana setiap warga negara berhak menikmati fasilitas tanpa batasan ras atau status.